Aku menyayanginya. Tentu saja!. Dia lelaki
pertama yang dapat menyadarkanku dari trauma masa lalu. Perasaan ini tumbuh
begitu saja tanpa kusadari. Hatiku bahagia manakala dengan sikapnya dia
memberikan pengharapan membalas perasaanku. Juga sikap teman-temannya yang
menambah harapan ini seolah menjadi pasti.
Ternyata,
harapan itu tak pernah sampai. Hubungan kami hanya berkembang hingga ‘hubungan
tanpa status’. Sebuah relation yang sangat kubenci. Namun, apa yang bisa kulakukan?
Aku tidak punya nyali untuk meminta kepastian status dalam keganjalan ini. Yang
kulakukan hanyalah menunggu dan diam dalam keputusasaan.
‘dia
gay!’. 2 kata itu meluncur begitu cepat dari bibir temanku yang kuyakini dia
tak tega untuk mengatakannya. Sontak air mataku meleleh tak dapat ditahan.
Hatiku sakit. Tapi apa daya? Semuanya sudah terjadi. Perasaan ini tumbuh dengan
subur dihatiku yang selama ini hampa. Aku buta akan kebenaran ini. Mencoba
menepis bahwa ini bukanlah fakta yang harus kupercayai. Kuputuskan untuk terus
melangkah dengan perasaan ini. Tak peduli bagaimana kondisinya. Tekadku, aku
tak akan pernah mengalah pada bayangan semu yang tak kuketahui keberadaannya.
Aku tidak rela sesuatu yang hampir kuraih harus dirampas oleh sosok yang tidak
seharusnya. Mungkin aku gila. Semua ini karena aku menyayanginya.. tak mengapa
jika dia tak memilihku dan menyukai wanita lain. Yang penting bukan dengan
lelaki itu!, doaku.
Setelah
melalui pembuktian yang panjang dan membingungkan, ternyata semua itu tidak
benar. Aku bersyukur, lega dan bahagia.
Namun
ternyata kebahagiaan ini tak bertahan lama. Malaikat sepertinya mendengar
do’aku saat itu. Dia sepertinya menyukai wanita lain. Semua ini lagi-lagi
berasal dari bbir temanku. Saat itu juga, refleks aku mempercayainya. Kenapa?
Karena aku nggak pernah tau perasaannya yang sebenarnya. Fikiran buruk
membayangiku. Apa aku dipermainkan? Bisa saja. Karena perasaannya samar dan
menipu.
Tuhan,
sebenarnya apalagi ini? Apakah benar harapku adalah sebuah kesia-siaan belaka?
Namun, nasi telah menjadi bubur. Aku menyayanginya dan aku berjanji akan
melepasnya jika ia menemukan kebahagiaannya dengan wanita lain.
Aku rela..
Cinta,
apakah cukup samapai disini? Haruskah semua ini ku akhiri sekarang??
Pelan
tapi pasti, aku melangkah pergi..