Selasa, 30 April 2013

Cinta, apakah cukup sampai disini?



Aku menyayanginya. Tentu saja!. Dia lelaki pertama yang dapat menyadarkanku dari trauma masa lalu. Perasaan ini tumbuh begitu saja tanpa kusadari. Hatiku bahagia manakala dengan sikapnya dia memberikan pengharapan membalas perasaanku. Juga sikap teman-temannya yang menambah harapan ini seolah menjadi pasti.
                Ternyata, harapan itu tak pernah sampai. Hubungan kami hanya berkembang hingga ‘hubungan tanpa status’. Sebuah relation yang sangat kubenci. Namun, apa yang bisa kulakukan? Aku tidak punya nyali untuk meminta kepastian status dalam keganjalan ini. Yang kulakukan hanyalah menunggu dan diam dalam keputusasaan.
                ‘dia gay!’. 2 kata itu meluncur begitu cepat dari bibir temanku yang kuyakini dia tak tega untuk mengatakannya. Sontak air mataku meleleh tak dapat ditahan. Hatiku sakit. Tapi apa daya? Semuanya sudah terjadi. Perasaan ini tumbuh dengan subur dihatiku yang selama ini hampa. Aku buta akan kebenaran ini. Mencoba menepis bahwa ini bukanlah fakta yang harus kupercayai. Kuputuskan untuk terus melangkah dengan perasaan ini. Tak peduli bagaimana kondisinya. Tekadku, aku tak akan pernah mengalah pada bayangan semu yang tak kuketahui keberadaannya. Aku tidak rela sesuatu yang hampir kuraih harus dirampas oleh sosok yang tidak seharusnya. Mungkin aku gila. Semua ini karena aku menyayanginya.. tak mengapa jika dia tak memilihku dan menyukai wanita lain. Yang penting bukan dengan lelaki itu!, doaku.
                Setelah melalui pembuktian yang panjang dan membingungkan, ternyata semua itu tidak benar. Aku bersyukur, lega dan bahagia.
                Namun ternyata kebahagiaan ini tak bertahan lama. Malaikat sepertinya mendengar do’aku saat itu. Dia sepertinya menyukai wanita lain. Semua ini lagi-lagi berasal dari bbir temanku. Saat itu juga, refleks aku mempercayainya. Kenapa? Karena aku nggak pernah tau perasaannya yang sebenarnya. Fikiran buruk membayangiku. Apa aku dipermainkan? Bisa saja. Karena perasaannya samar dan menipu.
                Tuhan, sebenarnya apalagi ini? Apakah benar harapku adalah sebuah kesia-siaan belaka? Namun, nasi telah menjadi bubur. Aku menyayanginya dan aku berjanji akan melepasnya jika ia menemukan kebahagiaannya dengan wanita lain.
Aku rela..
                Cinta, apakah cukup samapai disini? Haruskah semua ini ku akhiri sekarang??
                Pelan tapi pasti, aku melangkah pergi..